![]() |
instagram.com/indra.hakim |
Wednesday, February 6, 2019
Melawan Pembodohan Adalah Ibadah #TolakRUUPermusikan
Tugas jurnalisme adalah melawan pembodohan, bukan sebaliknya; melestarikan kebodohan untuk kekuasaan dan kekayaan segelintir makhluk rakus.
Monday, February 4, 2019
Hanya Tiga Kata "TOLAK RUU PERMUSIKAN!"
Sebagai masyarakat biasa yang kerap menulis tentang musik di media massa, jelas saya menolak RUU Permusikan.
Perlu diingat, fungsi pers itu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Perlu diingat, fungsi pers itu sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.
Wednesday, January 30, 2019
Warisan Ramones Buat Kita-Kita Yang Tampangnya Pas-Pasan, Minim Skill, Banyak Gaya, Kere Tapi Pengen Nge-Band!
Apa yang Ramones pernah lakukan untuk kita? Sesungguhnya mereka bukan hanya sekadar sebuah band...
Ramones were a Goddamn Revolution!
Ramones were a Goddamn Revolution!
Tanpa Ramones, kira-kira ada berapa juta anak muda di seluruh dunia yang batal jadi anak band? Ya, mungkin termasuk kita-kita ini lah!
Hey, ini masih tentang Joey, Johnny, Dee Dee, dan Tommy, dan semua yang telah mereka berikan sebelum naik ke 'Cretin Heaven'.
Sunday, January 27, 2019
Fakta-Fakta Di Balik Ramones
Siapa yang keberatan kalau ada yang mengatakan Ramones adalah salah satu penemu punk rock yang paling orisinal. Musik mereka cepat, dengan vokal datar yang nakal juga cemerlang pada saat bersamaan.
Lewat akord gitar yang sederhana namun kompleks, Ramones telah memengaruhi ribuan band. Mereka menciptakan sound baru yang coba ditiru banyak orang, namun cuma sedikit yang berhasil.
Di atas panggung, mereka adalah senapan mesin yang menembakan musik ke para penggemarnya. Namun di belakang panggung, banyak banget drama yang terus menjadi-jadi selama bertahun-tahun. Yang bisa dipetik dari mereka adalah konsistensi alias istikomah!
Penampilan mereka di panggung nggak pernah berubah, begitu juga musiknya. Istikomah! Hal yang selalu sama adalah merekaselalu berantem satu sama lain, ya, tampol menampol adalah hal biasa dalam lingkaran band ini.
Thursday, October 25, 2018
TUAN BOOGIE, album Rockabilly dari Pinggiran Jaksel
BAND Rockabilly Jaksel, The Sleting
Down (TSD) akhirnya merilis album perdana mereka. Mengambil tajuk ‘Tuan Boogie’, album berisi delapan track ini kaya akan nuansa 50-60-an, dan tentunya enak
untuk mengiringi pesta dansa-dansi di sana-sini. Sebelum kita bicara apakah
album ini cukup ‘Rockabilly’, kita kupas dulu kulitnya satu-satu. Tapi
sebelumnya lagi gue mau cerita koneksi mereka dengan skena Yogyakarta. Oiya, biasanya
gue memakai kata ‘saya’ sebagai penulis, tapi khusus untuk anak-anak tengil
dari Jakarta Selatan ini, tepatnya Jaksel Pinggiran, kata ‘saya’ kita bunuh
aja. Nih gue mau cerita!
Friday, October 19, 2018
Eloprogo, Potro Joyo, dan Nusasonic
Sekitar 1,5 km dari Candi Borobudur terdapat
sebuah desa yang tenang, jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Di desa tersebut
terdapat sungai yang airnya mengaliri bebatuan, ada dua sungai yang bertemu,
Sungai Elo dan Sungai Progo. Di alam hijau yang subur, tepat di pinggir
pertemuan dua sungai tersebut terdapat sebuah bangunan yang ekstotis. Bagunan
sederhana namun megah itu berdiri di tanah yang menurut saya seluas tiga kali
lapangan sepakbola.
Tempat yang dinamakan Eloprogo Art House ini
terletak di Desa Bejen, Wanurejo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Saya
pertama kali ke sana sekitar tahun 2011, diajak seorang kawan dekat yang kerap
bersama saya saat berakhir pekan. Sebelum benar-benar menginjakkan kaki di
sana, berbulan-bulan sebelumnya kawan saya sering bercerita tentang tempat
tersebut, namun ia selalu bilang; “pokoknya nggak bisa gue jelasin dengan
kata-kata, lo harus ke sana lihat sendiri deh”. Persis seperti ucapannya
beberapa tahun silam, hingga kini saya pun sulit mendeskripsikan tempat itu.
Monday, October 15, 2018
JULIA, Komik Biografi John Lennon ini Layak Dikoleksi
Bagi penggemar musik, terutama para
Beatlemania, tanggal 9 Oktober diperingati sebagai hari kelahiran John Lennon.
Pentolan The Beatles ini memang tidak hanya meninggalkan karya-karya musik yang
dikenang sepanjang zaman, Lennon juga meninggalkan pemikiran, sensasi, dan
penggalan-penggalan kisah hidup yang bisa dipetik.
Di Yogyakarta, Selasa, 9 Oktober
2018 para penggemar John Lennon
berkumpul di Asmara Art & Coffee Shop, mereka tidak hanya merayakan hari
kelahiran, tapi juga merayakan peluncuran komik biografi John Lennon yang
bertajuk ‘Julia’. Komik karya ayah saya, Harry Adhie ini menceritakan tentang
masa kecil hingga remaja John Lennon, terlebih hubungan John dengan sang ibu,
Julia.
Wednesday, September 19, 2018
HAVIN FUN TOUR; Dari Jogja ke Bali
USAI menuntaskan rangkaian tur mereka di Pulau Jawa, Fun As Thirty (FAT) berencana
melanjutkan promo tur (FUN AS TOUR) mereka ke pulau seberang. Awalnya saya
ditawari menjadi tour manager band melodic punk asal Kota Solo ini ke Pulau
Bali. Tapi rasanya sayang, mengingat saat itu ada tiga band dari Jogja plus FAT
sedang getol-getolnya kumpul dan kolaborasi di beberapa gigs. Tiga band Jogja
tersebut adalah Havinhell, Rokester, dan Roket, terakhir ketiganya melakukan gabungan formasi di acara
charity “Lombok Calling” yang digelar di Yogyakarta. Pada acara itu, ke tiga
band ini berkolaborasi menjadi satu formasi bertajuk Roket X Havinhell X
Rokester.
Singkat cerita, tiga band ini pun segera saya kompori untuk
bersenang-senang ke Bali, Havinhell,
Rokester, dan Roket sepakat untuk meramaikan (baca: merusuhi) rangkaian tur Fun As Thirty di beberapa titik di Bali.
Selain untuk menghibur diri sendiri, para anak muda, dan penggemar musik di
Bali, tur mandiri yang dilakukan keempat band ini juga untuk lebih
memperkenalkan dan dan mendekatkan diri ke skena musik di pulau Dewata. Tur ini
benar-benar tanpa tendensi, tanpa tendeng aling-aling, tanpa kampanye yang
dibuat-buat, karena anak-anak ini hanya ingin bersenang-senang. Perjalanan ini
pun diberi nama ‘HAVIN FUN TOUR’.
Saturday, June 16, 2018
Ada 'Resesi' di tahun 2018?
Kalau postingan sebelumnya adalah kaset barat yang dibeli bokap beberapa saat setelah gue lahir, kali ini kita bahas album lokal yang dibeli nyokap, satu tahun setelah gue lahir. Album ini sempat menghilang dari rak koleksi, dan akhirnya beberapa waktu lalu gue beli lagi di Sentra Musik, Blok M Square.
Secara ajaib, album otentik yang dibeli nyokap pun ketemu di sebuah onggokan, bisa ditandai dari torehan nama gue di dalam sampulnya. Menurut selera pasar, 'Malam Pertama' dan 'Hening' adalah hits di album ini, selebihnya nggak ada yang meledak.
Jika 1982 adalah Hot Space, Apa yang Pantas untuk 2018?
Beberapa saat setelah gue lahir, bokap beli kaset QUEEN yang baru rilis saat itu, 'Hot Space'. Beliau pun menorehkan nama gue di bagian atas sampul albumnya.
Kalo gue pribadi punya beberapa nomer Istimewa, di antaranya dua lagu yang sengaja ditulis oleh Freddie Mercury untuk mendiang John Lennon, yang meninggal dua tahun sebelum 'Hot Space' dirilis.
“They called him a hero in the land of the free” kata Freddie untuk Lennon. Meski kebanyakan menelan disko, di tembang 'Put Out the Fire' ini kita kembali merasakan irama rock yang menggigit.
Sedangkan tembang 'Life Is Real (Song for Lennon)' memang jelas-jelas didedikasikan untuk Lennon,
"Lennon is a genius, living in every pore. Life is cruel, life is a bitch. Life is real, so real."
Lagu terbaik di album ini menurut pasar adalah 'Under Pressure', yang memang tercatat jadi hits nomor 1 di Inggris kala itu. Disini Freddie Mercury berduet dengan David Bowie. Satu dekade kemudian, betotan bass John Deacon yang khas dijadikan sampling oleh rapper Vanilla Ice.
Di album ini, Queen yang dikenal pure-rock tiba-tiba banyak memasukan unsur disko dan funk di sana-sini. Banyak kritikus yang bilang kalau album ini 'jelek'. Baik buruknya album ini tentu berdasarkan penilaian telinga pendengarnya. Sebab sebagai teks, 'Hot Space' adalah milik publik yang bebas tafsir, dan mau gak mau album ini menjadi bagian representasi zaman saat gue dilahirkan.
Nah, pertanyaannya adalah apa produk budaya saat ini yang merepresentasikan zaman ini, dan bisa dikenang dikemudian hari. Kira-kira gue harus beli album musik siapa ya? Supaya biasa ditulis nama anak gue 'Radmila Paradista' di sampul albumnya.
Oh, memang zaman ini zamannya tik tok. (*)
Kalo gue pribadi punya beberapa nomer Istimewa, di antaranya dua lagu yang sengaja ditulis oleh Freddie Mercury untuk mendiang John Lennon, yang meninggal dua tahun sebelum 'Hot Space' dirilis.
“They called him a hero in the land of the free” kata Freddie untuk Lennon. Meski kebanyakan menelan disko, di tembang 'Put Out the Fire' ini kita kembali merasakan irama rock yang menggigit.
Sedangkan tembang 'Life Is Real (Song for Lennon)' memang jelas-jelas didedikasikan untuk Lennon,
"Lennon is a genius, living in every pore. Life is cruel, life is a bitch. Life is real, so real."
Lagu terbaik di album ini menurut pasar adalah 'Under Pressure', yang memang tercatat jadi hits nomor 1 di Inggris kala itu. Disini Freddie Mercury berduet dengan David Bowie. Satu dekade kemudian, betotan bass John Deacon yang khas dijadikan sampling oleh rapper Vanilla Ice.
Di album ini, Queen yang dikenal pure-rock tiba-tiba banyak memasukan unsur disko dan funk di sana-sini. Banyak kritikus yang bilang kalau album ini 'jelek'. Baik buruknya album ini tentu berdasarkan penilaian telinga pendengarnya. Sebab sebagai teks, 'Hot Space' adalah milik publik yang bebas tafsir, dan mau gak mau album ini menjadi bagian representasi zaman saat gue dilahirkan.
Nah, pertanyaannya adalah apa produk budaya saat ini yang merepresentasikan zaman ini, dan bisa dikenang dikemudian hari. Kira-kira gue harus beli album musik siapa ya? Supaya biasa ditulis nama anak gue 'Radmila Paradista' di sampul albumnya.
Oh, memang zaman ini zamannya tik tok. (*)
Subscribe to:
Posts (Atom)